Kamis, 23 Juni 2011

HIPNO-KOMUNIKASI

HIPNO-KOMUNIKASI
Melakukan komunikasi dengan pendekatan berbasis hipnosis

Oleh: Bambang Sudiono



Abstract: Communication, not just a word. Its a tool to bring human being to the new world which place more understanding, peace and prosperity. Communication base hypnosis by Neuro-Linguistic Programming, one of tools to open our mind, to reach goal setting and to change mind set.


Keyword : Mind set, goal setting, change.

A. Globalisasi komunikasi massa.
Di era globalissi komunikasi dikuasi oleh komunikasi massa melalui media, sehingga individu kehilangan perannya. Komunikasi antar pribadi menjadi kehilangan arti. Yang muncul kemudian adalah munculnya gerakan-gerakan spiritual yang memberi arti lebih kepada hidupan pribadi atau individu, terlepas mereka beragama atau tidak. Munculnya “orang-orang suci” yang memberikan pencerahan kepada individu-individu merupakan isyarat, betapa banyaknya individu yang tidak mampu berkomunikasi secara konvensional, yaitu komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. ( Sasa Djuarsa Sendjaja 1999 : 7)
Menurut Carl Hovland, ilmu komunikasi sendiri adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap, juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude).
Media massa dengan demikian memainkan peranan sangat dominan dalam kehidupan sosial dan plotitik. Individu kehilangan dirinya. Sikap mereka ditentukan oleh media. Pemikiran mereka dikonstruksi oleh media. Komunikasi mereka dengan orang lain menjadi macet. Gagasan maupun ide-ide yang muncul dari masing-masing indidividu ditelan oleh gagasan media yang menglobal.
Komunikasi antar pribadi yang mejadikan bahasa lisan sebagai alat yang utama untuk menyampaikan pesan-pesan, mulai di lirik oleh individu yang membutuhkan pencarahan dengan teknik yang lebih spesifik. Berkomunikasi dengan orang lain dibutuhkan alat-alat lain dan bahkan merambah ke psikologi, agar pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima oleh komunikan dan mengubah perilaku mereka seperti apa yang di inginkan oleh komunikator.
Akinson dkk (1999 : 82) dalam Pengantar Psikologi menjelaskan pentingnya kata-kata secara rinci dengan pendekatan psikologi, “jika suatu kata yang diucapkan oleh orang lain ingin dimengerti, ia harus ditransmisikan dari area auditorik ke area visual, dimana bentuk lain dari kata disesuaikan dengan kode auditoriknya yang selanjutnya mengaktifasi makna kata tsb.”
Dari pandangan Akinson ini, komunikasi verbal memiliki peranan penting dalam komunikasi antar individu, dalam suasana global saat ini, dimana setiap pola pikir dan perilaku manusia dikonstruksikan oleh media yang sering kali bias.
Sesungguhnya untuk menjadi seseorang yang mampu melakukan komunikasi dengan sangat efektif terhadap orang lain, tidak perlu harus menjadi figur kharismatik. Beberapa teori dan metode yang menggabungkankan ilmu komunikasi dan psikologi serta diikuti dengan latihan-latihan akan membantu seseorang melakukan komunikasi dengan orang lain dan mampu memgubah pendapat dan perilaku mereka sesuai dengan apa yang dikehendaki sang komunikator.
Dalam kaitan ini kemampuan seseorang untuk menyampaikan gagasan, ide atau sugesti kepada orang menjadi hal yang utama yang harus diperhatikan. Kesalahan tafsir terhadap apa yang disampaikan oleh seorang komunikator akan berakibat buruk bagi seorang komunikan, karena dia mempersepsikan seuatu yang berbeda dari apa yang di kehendaki oleh seorang komunikator.
Dalam konteks ini, gaya bahasa mernjadi satu hal yang harus diperhatikan dengan sunguh-sungguh. Gorys Keraf (2009 : 113) merumuskan gaya bahasa ini dengan sangat jelas bahwa gaya bahasa atau style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi siatuasi tertentu pula.
Persoalan gaya bahasa memang meliputi semua hierarki kebahasaan. Nada yang tersirat di balik sebuah wawancara termasuk pula persoalan gaya bahasa. Jadi jangkauan gaya bahasa sebenarnya sangat luas, tidak hanya mencakup unsur-unsur kalimat yang mengandung corak-corak tertentu, seperti terdapat dalam retorika-retorika klasik. Gaya bahasa juga mencakup dalam hipno-komunikasi yang akan di bahasas penulis dalam tulisan ini lebih lanjut.
Bahkan Keraf (2009 : 115) secara rinci mengurai tentang kata-kata, yang bukan saja menunjukan barang-barang atau sikap orang, tetapi merefeleksikan juga tingkah laku sosial dari orang-orang yang mempergunakannya. Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai tutur mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup tinggi dalam masyarakat. Sedangkan bahasa nonstandard adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Dan bahasa demikian di pakai untuk pergaulan biasa, tidak di pakai dalam tulisan-tulisan ilmiah.
Bagi individu yang berpendidikan standard, gaya bahasa yang jelas dan mudah dipahami merupakan fakator yang paling penting. Komunikasi dengan kata-kata atau komunikasi lisan bagi Djoenasih & Rajiyem (2005 : 24) berarti menyampaikan pesan atau informasi melalui mulut langsung dan di dukung oleh gerak isyarat atau tanda-tanda atau simbol-simbol ntertentu yang sudah dipahami secara umum.
Elemen-elemen yang berpengaruh pada proses komunikasi lisan adalah source, message, channel, receiver, feedback, barriers dan situation.


Situation

Barriers



Source message channel receiver feedback



Feedback





Sumber : Bert E. Bradley, 1981 : 7




B. Hipnosis
Hipnosis adalah suatu fernomena yang menarik dan sering kali merpertunjukan kemampuan seseorang untuk mengendalikkan orang lain. Yan Nurindra dalam situsnya www.YanNurindra.com menyebutkan bahwa hypnosis merupakan seni untuk memahami manusia. Hipnosis saat ini adalah gejala yang sudah dapat dijelaskan mekanismenya melalui metode ilmu pengetahuan.
Istilah hipnosis diperkenalkan oleh DR. James Braid pada tahun 1842, dengana mengacu kepada disiplin ilmu “neuropnology”. Hipnosis yang dikembangkan oleh Dr. James Braid, kemudian diteruskan oleh Prof. Jean Martin Charcot dan Dr. Ivan Parlov, sampai akhirnya kepada psikolog sangat terkenal Sigmund Freud (1856-1939). Pada masa itu hipsosis masih belum di akui sebagai suatu ilmu pengetahuan dan sifatnnya masih Conventional Hypnotism.
Baru setelah dikembangkan lebih lanjut oleh Dr. Milton Erickson (1901-1980), Dave Elman (1900-1967) dan kawan-kawan hipnosis masuk kedalam wilayah ilmu pengetahuan dengan istilah Modern Hypnotism dan pada tahun 1958 Pemerintah Amerika Serikat Mengakui Metode Hipnosis sebagai bagian dari ilmu pengetahuan untuk berbagai hal termasuk dalam berkomunikasi.
Kihlstrom (1984 : 385-386) mendefinsikan hipnosis sebagai interaksi sosial dalam berkomunikasi dimana seseorang (dinamakan subyek/komunikan) berespon terhadap sugesti yang diberikan oleh orang lain (dinamakan ahli hipnotis/komunikator) untuk pengalaman yang melibatkan persepsi memori dan tindakan volunter.
Komunikator dalam, hal ini ahli hipnotis berusaha menyamakan persepsi dengan subyek, bukan sebaliknya. Seorang ahli hipnotis harus terus berusaha melakukan latihan-latihan komunikasi agar proses komunikasi yangb berlangsung antara dia dengan subyek dapat berjalan dengan maksimal atau biasa dikenal dengan hypnotisability atau kemampuan untuk memasuki hypnosis state.
Ada tiga hal yang harus dipenuhi dalam melakukan hipnosis, sebagaimana yang biasa terjadi dalam proses komunikasi pada umumnya.
1. Bersedia secara suka rela.
Kesediaan komunikan sangat penting dalam proses ini.
2. Memahami komunikasi.
Komunikan harus dapat memahami maksud dan tujuan dari komunikator.
3. Memiliki kemampuan fokus.
Komunikan tidak dalam kondisi stress berat, atau kehilangan kemampuan fokus, misal karena narkoba atau sedang mabuk karena minum minuman keras.

Stanford Hypnotic Susceptibility Scale berdasakan penelitian yang dilakukan 1983 di Amerika Serikat telah membuat skala tentang komunikas atau subyek mulai dari yang sulit sampai yang memudah untuk menerima sugesti sbb:
a. Sulit > 5 %
b. Moderat > 85 %
c. Mudah > 10 %
Sumber : www.YanNurindra.com


Secara teknis dapat dijelaskan bahwa masuknya pesan-pesan kedalam diri seseorang akan lebih mudah dilakukan apabila orang yang bersangkutan dalam keadaan hipnosis. Dalam keadaan demikian, critical area yang sering menghalangi maksuknya pesan-pesan dan informasi kepada komunikan dalam keadaan menyempit. Artinya pesan-pesan itu dengan mudah masuk kedalam pikiran subyek terutama ke alam bawah sadar (sub-conscious)
Proses itu dapat digambarkan sebagai berikut/


CONSCIUOS

Pesan

Critical Area



SUB-CONSCIOUS


C. Komunikasi
Membahas komunikasi dalam hubungannya dengan hipnosis merujuk kepada Rogger (1966 : 102), comunication is a proccess in which participant and share information with an another to reach a mutual understanding. Pada dasarnya proses komunikasi memang harus melibatkan seluruh panca indera untuk menyamakan persepsi antara komunikator dengan komunikan yang menjadi sasaran, dengan menambahkan sugesti di dalam pesan-pesan itu.
Bahkan Oslon & Zannu ( 1993 :35 ) menyatakan, salah bentuk komunikasi yang baik adalah persuasi. Persuasi di prediksi sebagai perubahan sikap akibat paparaan informasi dari orang lain. Sikap pada dasarnya adalah tindakan kita terhadap sesuatu. Sikap seorang komunikator terhadap komunikan sangat berpengaruh besar terhadap diterima atau tidak diterimanya pesan-pesan yang disampaikan kepada seseorang. Jika dalam berkomunikasi, pihak penerima pesan tidak menyukai orang yang memberikan pesan, sangat besar kemungkinannya bahwa pesan itu tidak sampai kepada si penerima pesan. Contoh yang jelas dalam kasus ini, adalah pada saat seorang calon angota legislatif/caleg sedang berkampanye. Apa bila para konstituen sudah mempunyai pandangan yang buruk terhadap calon anggota legislatif tersebut, besar kemungkinan mereka tidak akan mememilih caleg di maksud. Contoh yang paling dekat dalam kehidupan akademis dapat dilihat antara dosen dengan para mahasiswanya. Apabila seorang mahasiswa sudah mempunyai pandangan yang buruk terhadap dosen yang bersangkutan dengan variabel-variabel tertentu, misalnya tidak menguasai materi kuliah dengan baik atau tidak kompeten, bicaranya terlalu cepat, tidak care dalam arti tidak menaruh perhatian kepada para mahasiswa apakah mereka mendengarkan kuliah atau tidak dan tidak membangun komunikasi yang baik, besar kemungkinan mahasiswa itu mendapat nilai rendah dalam ujian akhir.
Begitupun sebaliknya, jika sang dosen sudah mempunyai pola pikir (mind-set) buruk terhadap mahasiswanya dengan variabel-variabel tertentu seperti malas, tukang menyontek, tidak disiplin dan bahkan secara ekstrem mengatakan bodoh, sangat besar kemungkinan cara mengajar sang dosen disesuaikan dengan mind set yang ada di kepalanya. Dan sudah dapat diduga pula mahasiswa bersangkutan memperoleh nilai paling rendah pada ujian akhir. Apa yang penulis kemukakan diatas memang belum dilakukan penelitan secara empiris, namun baru berdasarkan observasi dan sifatnya masih hipotetis.
D. Hipno-komunikasi
Hipno-komunikasi sejatinya gabungan dari dua kata yaitu hipnosis dan komunikasi. Tentang hypnosis dan komunikasi sudah penulis jelaskan pada bagian-bagian awal dari tulisan ini. Dengan demikian hipno-komunikasi dapat dijelaskan dengan pengertian melakukan komunikasi dengan basis hipnosis. Tujuan akhir dari hipno-komunikasi adalalah mengubah mind set, menyusun goal setting dan mengubah seseorang. seperti apa yang dikehendaki oleh komunikator maupun komunikan itu sendiri.
Elemen yang penting dari hipnosis adalah apa yang disebut dengan Neuro Linguistic Programing/NLP. Ada berbagai definisi tentang NLP antara lain,
NLP adalah strategi pembelajaran yang ditingkatkan untuk deteksi dan utilisi pola-pola di dalam dunia (John Grinder)
NLP adalah apa saja yang bisa berfungsi dan memberi hasil (Robert Dihl)
Yang paling tepat dalam konteks tulisan ini adalah definisi yang menyebutkan bahwa NLP adalah studi sistematik tentang komunikasi manusia (Alex von Ohde). Phillip Hayes & Jenny Rogers (2006 : 31)
Istilah aktual Neuro-Linguistic Programing mengacu pada tiga bidang studi utama.
1. Neurology: tentang otak dan bagaimana kita berpikir.
2. Linguistic: tentang bagaimana kita menggunakan bahasa dan bagaimana dampaknya terhadap kita.
3. Programming : tentang bagaimana kita mnengurutkan tindakan-tindakan.
Hipno-komunikasi hampir sering dilakukan dengan memberi muatan-muatan NLP didalamnya. Bila di ibaratkan dengan senjata, hipnosis adalah senjatanya sedangkan NLP adalah pelurunya.
NLP berasal dari California, Amerika Serikat dan muncul pada tahun 1970. Penggagas pertamanya adalah pakar matematik Richard Bandler dan profesor linguistik John Grinder. Pada mulanya, mereka mengamati communication skill yang digunakan sekelompok terapis terpilih yang sangat sukses. Mereka ingin tahu dan menetapkan secara spesifik bagaimana para terapis itu mencapai sukses membantu klien untuk melakukan perubahan positif didalam hidup. Keduanya, bersama sekelompok kolega dan mahasiswa, mencoba membentuk model eksplisit tentang bagaimana bagusnya seorang komunikator bisa mencapai hasil. Roggers (2006 : 34).
Berkomunikasi dengan basis hipnosis/NLP berpedoman bahwa “realita” bukanlah kontruksi yang obyektif. Realitas adalah sesuatu yang dikontruksi manusia secara individual dari persepsi dan pemikiran mereka sendiri.
Hipno-komunikasi didalam upaya untuk memngkomunikasikan ide-ide dan gagasan menjadi lebih tepat sasaran serta berupaya mengkonstruksikan manusia menjadi lebih bermakna, baru sebatas hipotetis. Masih diperlukan langkah-langkah lebih lanjut yang bersifat ilmiah.
Sebagai penutup, penulis ingin mengutip Albert Einstein sebagai berikut:
“Berapa banyak orang terperangkap di dalam kebiasaan sehari-hari; sebagian mati rasa, sebagian ketakutan, sebagian tak bisa berbeda. Untuk bisa mendapatkan kehidupan lebih baik, kita harus terus memilih bagaimana kita hidup”


Daftar Pustaka:.
Atkinson, 1999,Pengantar Psikologi, Interdisain, Jakarta.
Rogers, Jenny , 2006, NLP, Quantum Change, Baca!, Yogyakarta.
Sandjaja, Sasa Djuarsa, 1999, Pengantar Ilmu Komunikasi, UT, Jakarta.
Keraf, Gorys, 2009, Diksi dan Gaya Bahasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Goleman, Daniel, 1999, Emotional Intellegence, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta
Soehardjo, Djoenarsih, 2005, Publik Speaking, UT, Jakarta.

Website:m: http://www.YanNurindra.com
http://www.quantumchange.com

Tidak ada komentar: